TEMPO.CO, Yogyakarta - Pelatih Surabaya United, Ibnu Grahan, tak menyalahkan anak asuhnya yang kalah telak dengan skor 1-3 dalam laga penyisihan Piala Jenderal Sudirman (Piala Sudirman) melawan Arema Cronus di Stadion Maguwoharjo, Yogyakarta, Sabtu malam, 19 Desember 2015.
"Kami mengapresiasi pemain yang rata-rata masih U-19 itu. Mereka mampu bertahan dengan bermain imbang saat babak pertama dan membalas satu gol saat babak kedua," ujar Ibnu usai pertandingan.
Ibnu mengakui, Surabaya yang didominasi pemain muda butuh pengalaman lebih banyak untuk menjamu tim macam Arema. "Ini jadi pelajaran penting, di tengah kepungan masalah luar dalam tim, kami tetap bisa tampil percaya diri meski belum maksimal," ujar Ibnu.
Kepungan masalah yang dimaksud Ibnu terjadi sejak di luar stadion hingga saat pertandingan. Kabar tewasnya dua pendukung Arema dalam bentrok dengan pendukung Surabaya, Bonek, pagi hari di Sragen sebelum pertandingan berimbas pada pemain Surabaya.
"Kami datang ke stadion dengan kondisi bus remuk dilempari pendukung mereka. Pemain dan official sangat khawatir," ujar Ibnu.
Pantauan Tempo, kedatangan tim Surabaya memang lebih mendapat pengawalan ketat aparat TNI. Bus yang membawa mereka bagian kaca depannya pecah. Informasi dari sejumlah petugas, kaca bus tim Surabaya pecah akibat lemparan batu meski tak ada pemain terluka. Dalam laga itu, Surabaya United bermain tanpa dukungan suporternya. Seluruh tribun stadion dibirukan Aremania.
"Kami sudah wanti-wanti sebelum pertandingan. Jika ada kericuhan, kami akan langsung tarik pemain. Jadi, selama pertandingan, pemain dibebani rasa khawatir," ujar Ibnu.
Ibnu menambahkan, masalah lain yang muncul adalah masih awamnya sejumlah official saat mengawal pemain. Saat babak kedua, pemain tengah Surabaya, Hardianto, tiba-tiba keluar lapangan karena mengeluh sakit di menit 70. Namun dia tidak segera diganti pemain lain. "Official tidak sigap karena memang masih kurang pengalaman," ujarnya.
Ibnu pun menuturkan, timnya tak tutup mata dengan musibah yang menimpa dua suporter Aremania yang tewas setelah bentrok dengan bonek di Sragen. "Semua pemain pasang pita hitam di lengan tanda duka cita. Kami berharap pada warga Surabaya yang cinta timnya, tidak ada lagi peristiwa seperti ini," ujar Ibnu.
Kekalahan Surabaya United diakui pula oleh Ibnu akibat dicoretnya sejumlah pemain inti oleh manajemen. Para pemain itu dicoret setelah diduga terlibat suap. Sejumlah pemain pilar Surabaya United itu antara lain Otavio Duttra, Pedro Javier, dan Jandri Pitoy.
PRIBADI WICAKSONO