TEMPO.CO, Jakarta - Manchester City akan mencoba bangkit dari rekor buruk enam laga tanpa kemenangan yang mereka peroleh saat melawat ke kandang West Bromwich Albion Sabtu malam nanti. Secara materi pemain, skuad senilai Rp 7,07 triliun asuhan Pep Guardiola memang jauh lebih unggul ketimbang skuad Tony Pulis yang hanya senilai kurang dari seperempatnya.
Namun harga para pemain tampaknya tak menjadi faktor yang signifikan jika sang manajer tak bisa meramunya dengan benar. Kemampuan meramu Guardiola inilah yang mulai diragukan sejumlah pengamat sepak bola. Dalam sepekan terakhir, media-media Inggris terus menyuarakan agar Guardiola mengubah cara bermain tiki-taka yang lekat dengan dirinya.
Mereka menilai gaya permainan yang menekankan pada penguasaan bola dan umpan-umpan pendek ini sudah mulai usang dan mudah dibaca bahkan oleh tim papan tengah seperti Everton dan Southampton. Dua tim itu sukses menahan imbang Sergio Aguero cs dalam dua laga Liga Inggris terakhir mereka.
Jika diperhatikan lebih jauh, masalah bagi skuad City saat ini bukanlah gaya bermain tiki-taka, namun lebih kepada formasi permainan yang harus diterapkan Guardiola. Dalam rentetan 6 laga dengan hasil buruk itu, Guardiola tampak selalu mengotak-atik formasi 4-1-4-1 yang digunakannya sejak masih menangani Bayern Munchen.
Pelatih asal Spanyol itu sempat menggunakan formasi 4-2-3-1 saat dilibas Tottenham Hotspurs 2-0. Guardiola juga sempat menggunakan formasi favoritnya, 4-3-3, saat disingkirkan Manchester United dari Piala Liga Inggris. Bahkan dia juga sempat mencoba mengadopsi formasi dengan 3 bek belakang saat ditahan imbang Everton dan Southampton.
Otak-atik penempatan pemain itu tentu memiliki alasan sendiri. Guardiola tampaknya masih kurang sreg dengan formasi 4-1-4-1 yang membawa mereka mengarungi 10 laga awal musim ini dengan hasil sempurna, kemenangan.
Hal itu juga dilakukan Guardiola karena lini pertahanan City lemah. Meskipun menang dalam 10 laga awal, skuad Guardiola kebobolan 6 gol dan parahnya lagi seluruh gol tercipta di kompetisi domestik, Liga Inggris dan Piala Liga.
Kekhawatiran Guardiola akan formasi andalannya itu tak bisa dijalankan dengan benar oleh Skuad City semakin menjadi setelah mereka harus kebobolan 3 gol dari Glasgow Celtic yang mengawali 6 hasil buruk yang mereka raih saat ini. Alhasil City kebobolan 9 gol dalam 11 laga, bukan hasil yang membanggakan bagi perfeksionis seperti Guardiola.
Lemahnya lini belakang City memang menjadi masalah sejak musim lalu. Kehilangan Vincent Kompany karena cedera membuat City yang sempat memimpin klasemen mengalami kemerosotan. Kehadiran bek muda John Stones yang dianggap bisa menggantikan Kompany musim ini ternyata belum sesuai harapan.
Apalagi stok pemain belakang City juga tak sebanyak lini tengahnya. Mereka hanya memiliki Nicholas Otamendi sebagai pelapis yang juga tak bisa dianggap spesial. Hal ini membuat Guardiola tak bisa membongkar pasang lini belakangnya.
Di sisi bek sayap kondisi yang sama dialami Guardiola. Empat bek sayap City – Bacary Sagna, Gael Clichy, Pablo Zabaleta dan Aleksandar Kolarov – sudah tak lagi se prima di masa jayanya. Tentu ini menjadi masalah karena pada gaya permainan tiki taka seperti yang diinginkan Pep bek sayap merupakan elemen penting untuk membantu pertahanan dan penyerangan.
Usia keempat bek sayap itu yang sudah berkepala tiga membuat mereka tak selincah seperti yang diinginkan sang manajer. Alhasil mereka kerap kedodoran ketika harus menghadapi serangan balik cepat karena dua bek sayapnya telat turun ke belakang.
Karena itulah Guardiola tampak sedang mencari sumber daya yang memungkinkan di skuad muda City. Keberaniannya memainkan pemain Manchester City U 22, Pablo Maffeo, pada laga melawan Manchester United merupakan petanda bahwa dia sedang melakukan hal yang sama seperti apa yang pernah dilakukannya ketika di Bayern Munchen. Saat itu dia sukses mempromosikan Joshua Kimmich ke tim utama dan merelokasi David Alaba dari seorang gelandang menjadi bek sayap.
Menghadapi West Bromwich Albion, tentu masalah ini tak bisa dianggap remeh. The Baggies memiliki kekuatan cukup lumayan untuk merepotkan lini pertahanan City, terutama dari eksekusi bola-bola mati. Musim ini Darren Fletcher cs menjadi skuad yang paling banyak mencetak gol dari skema bola mati dibanding tim mana pun di Liga Inggris. Mereka sudah mencetak 6 gol dari skema bola mati.
Selain itu, laga ini juga bisa menjadi tes terakhir pencarian ramuan terbaik Guardiola di lini belakang City. Pasalnya, pada tengah pekan depan mereka harus menyambut Barcelona di ajang Liga Champions. Tentu saja manajer berkepala plontos itu tak ingin timnya menelan kekalahan memalukan lagi seperti pada laga pertama di Camp Nou. Apakah Guardiola akan kembali ke pakem lama 4-1-4-1 ataukah dia akan kembali mencoba formasi baru lagi pada laga ini?
FEBRIYAN