TEMPO.CO, Jakarta - Banyaknya klub yang mengidolakan bakat-bakat pemain muda dari Ajax Amsterdam bukanlah hal baru. Hal ini dirunut ke masa lalu, ketika almarhum Johan Cruyff, pindah dari Ajax ke Barcelona pada 1973.
Selanjutnya ada perburuan besar-besaran dari sejumlah klub di Eropa terhadap para pemain Ajax Amsterdam, seperti Marco van Basten, Patrick Kluivert, Edwin van der Sar, Wesley Sneijder, Christian Eriksen –gelandang andalan Tottenham Hotspur dari Denmark-, dan pemain lainnya.
Ajax Amsterdam tidak hanya mengesankan dalam mengelola akademi sepak bolanya. Mereka juga tersohor dengan kejelian para pemantau potensi pemainnya untuk merekut para pemain asing yang tidak terkenal seperti Zlatan Ibrahimovic dan Luis Suarez kemudian mengembangkan mereka untuk bisa menjadi bintang seperti sekarang.
Pemain timnas Belanda, Matthijs de Ligt, dan pemain Jerman, Timo Werner, berebut bola dalam laga lanjutan Liga A Grup 1 UEFA Nations League 2018, di Johan Cruijff Arena, Belanda, Sabtu, 13 Oktober 2018. Kemenangan ini membuat sejarah baru bagi Belanda, lantaran menjadi kemenangan pertama tim Holland atas Jerman sejak 2002. REUTERS/Piroschka Van de Wouw.
Sekarang yang menjadi perbincangan adalah bek tengah dan kapten Ajax Amsterdam yang masih berusia 19 tahun, Matthijs de Ligt. Ia juga sudah menjadi pemain pilar tim senior Belanda.
De Ligt adalah salah satu produk terbaru dari Akademi Sepak Bola Ajax yang legendaris itu. Di klub Ajax senior, usia bukan masalah. Jika masih muda tapi sudah bermain matang, ia akan mendapat kesempatan masuk tim utama seperti De Ligt.
Jika berada di lorong atas Amsterdam Arena atau sekarang diberi nama Stadion Johan Cruyff, akan tampak deretan lapangan berjajar yang ada di dekat stadion. Itulah tempat persemaian benih para pemain junior Ajax, sebagaimana disaksikan penulis bersama rombongan wartawan dari Indonesia pada 2010.
Tempat itu adalah arena berlabuh para pemain Ajax Amsterdam pada masa perkembangan. Memiliki satu tempat lagi yang berjarak satu langkah di akademi dan tempat latihan mereka, yang disebut De Toekomst (The Future) atau tempat masa depan.
Ada 12 lapangan yang terbentang, sepetak hijau di tengah jalan raya, berjarak delapan kilometer dari Dam Square, arena bersejarah Amsterdam. Pada setiap lapangan itu, tim dari usia di bawah sembilan tahun sampai tim utama berlatih. Sebuah bagungan kecil menyertai setiap lapangan, tempat para pemain berkembang, makan, dan belajar. Setiap tahun, akademi memberikan kesempatan kepada siap pemain yang berprestasi untuk masuk tim utama Ajax.
Dari sanalah, De Ligt menimba ilmu sejak berusia sembilan tahun. “Itu adalah rumah saya. Sangat menyenangkan,” kata kapten Ajax ini kepada ESPN. De Ligt akan memimpin timnya melawan Real Madrid pada babak 16 besar Liga Champions 2018-2019, kepada ESPN.
Frenkie de Jong. instagram.com
Di dalam lorong-lorong Amstedam Arena berjajar foto pigura para senior De Ligt di Ajax Amsterdam yang menjadi legenda klub dan tim nasional, seperti Johan Cruyff.
Suatu hari dipastikan Ajax Amsterdam akan menjual De Ligt, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap gelandang muda tim Belanda, Frenkie de Jong, baru-baru ini kepada Barcelona.
Tapi, mereka tidak terganggu dengan lalu-lintas transfer tersebut dan tak khawatir tim utama Ajax Amsterdam akan terus digembosi soliditasnya.
Ajax Amsterdam memiliki kepercayaan diri di akademi mereka. Mereka tahu dapat menghasilkan pemain lain untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan pemain seperti De Jong dan De Ligt.
Kehilangan seorang pemain berlabel superstar hampir tidak ideal buat sebuah klub. Tapi, itu bukan alasan buat klub untuk berhenti menghasilkan pemain bagus.
Pasalnya, itu adalah modal bisnis Ajax Amsterdam: Mengembangkan generasi pemain bintang berikutnya dan kemudian menjual mereka untuk membantu mendanai gelombang perekrutan dan pembinaan pemain generasi terbaru.