TEMPO.CO, Jakarta - Sepak bola kembali meminta tumbal nyawa. Seorang suporter Persija Jakarta, Harun Al Rasyid Lestaluhu alias Ambon, 30 tahun, dalam bentrokan dengan warga Lungbenda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Minggu, 6 November 2016, di jalan tol Palimanan, sekitar pukul 16.40 WIB. Bentrokan terjadi saat para suporter pulang seusai menyaksikan laga Persija Jakarta melawan Persib Bandung di Stadion Manahan, Solo, Sabtu lalu.
Harun, warga Kelurahan Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta, mengembuskan napas terakhir ketika dilarikan ke rumah sakit. Hasil autopsi menyebutkan selain mengalami luka pendarahan di kepala, juga ada luka memar akibat lemparan batu dan pukulan benda tumpul. Akibat bentrokan tersebut juga diketahui tiga warga atas nama Sanudin, 56 tahun, mengalami luka robek pada hidung, Bahrun (37) luka robek pada kepala, dan Muzaki (18) luka robek pada bagian kepala.
Baca: Rombongan Suporter Persija Tawuran di Cirebon, 1 Tewas
Harun bukan suporter Persija pertama yang meninggal pada Minggu, 6 November. Ada juga Gilang, 24 tahun, juga tewas akibat kecelakaan lalu lintas. Sedangkan Didi, The Jakmania Koordinator Wilayah Nganjuk, meninggal karena serangan jantung. Didi meninggal murni karena sakit. Bukan akibat anarkisme dan vandalisme. Namun, tetap meninggalkan duka mendalam.
Sebelumnya, saat pertandingan Persija versus Persib yang berakhir imbang 0-0 juga terjadi kekisruhan antarsuporter. Tercatat lima suporter dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka-luka.
Save Our Soccer #SOS sangat prihatin dengan anarkisme dan vandalisme yang sampai menghilangkan nyawa suporter. “Ini tidak bisa dianggap remeh atau disebut sebagai kecelakaan sepak bola. Ini harus ditangani secara serius pihak-pihak terkait. Terlalu mahal sepak bola harus dibayar dengan nyawa,” kata Akmal Marhali, Koordinator #SOS, dalam rilisnya, Senin, 7 November 2016. "Sepak bola sejatinya adalah panggung hiburan, bukan tempat pemakaman."
Baca: Jakmania Bentrok di Cipali, Kemenpora: Tak Perlu Terjadi jika...
Data Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) #SOS mencatat sudah 54 "tumbal" nyawa di sepak bola Indonesia sejak Liga Indonesia digelar pada 1993/1994. Khusus 2016, litbang #SOS mencatat sudah enam nyawa melayang, yakni M. Fahreza (The Jakmania), Stanislaus Gandhang Deswara (BCS, Sleman), Naga Reno Cenopati (Singamania), M. Rovi Arrahman (Bobotoh), sampai Gilang dan Harun Al Rasyid Lestaluhu (The Jakmania).
Mirisnya, keenam korban itu meninggal dalam kegiatan kompetisi tak resmi: Indonesia Soccer Championship (ISC) yang digagas pemerintah dan dikelola PT Gelora Trisula Semesta (GTS) sebagai proyek percontohan reformasi tata kelola sepak bola Indonesia. “Buat apa ada sepak bola bila masih ada darah, nyawa, dan air mata terbuang sia-sia? Pemerintah dan pihak-pihak terkait harus tanggung jawab terhadap kejadian ini,” kata Akmal.
NS
Baca:
Dapat Kontrak Baru, Gaji Ronaldo Kembali Ungguli Bale
Suporter Persija Tewas di Cirebon, Begini Respons Kemenpora
Liga Inggris: Man United Menang Lagi, Ini Komentar Mourinho