Alphonso menghabiskan lima tahun masa kecilnya di kamp pengungsian sebelum kedua orang tuanya terbang ke Kanada. Keluarga kecil itu mendapatkan hak suaka dari Kanada dan menetap di kota kecil bernama Edmonton.
Guru sekolah Alphonso, Melissa Guzzo, menyatakan bahwa bakat olahraga Alphonso terlihat sejak kecil. Tak hanya di sepak bola, Alphonso, menurut dia memliki DNA Olahragawan sejati karena menonjol di berbagai cabang.
"Alphonso kecil, dia adalah anak yang selalu tersenyum, selalu berjoget di lorong sekolah. Dia memiliki bakat sejati, semua olahraga yang dia ikuti - atletik, basket, semua olahraga - dialah bintangnya," kata Melissa.
Melissa lah kemudian yang memperkenalkan Alphonso dengan Tim Adams, pendiri program FreeFootie, progam sepak bola untuk anak-anak kurang mampu.
"Saya melihat sentuhannya terhadap bola dan saya langsung tahu bahwa anak ini memiliki bakat besar," kata Adams. "Anak-anak lain yang saya lihat memiliki level atletisme yang sama, tetapi Alphonso memiliki hal lain. Dia memiliki kemampuan bermain bola seperti orang dewasa."
Baca: 7 Rekor Tercipta Setelah Laga Barcelona Vs Bayern Munchen Berakhir 2-8
Dari program itu, singkat kata, bakat Alphonso kemudian tercium Victoria Whitecaps FC, klub Kanada yang bermain di Liga Amerika Serikat MLS. Dia bergabung bersama klub itu pada usia 14 tahun dan Whitecaps langsung memberikan Alphonso kontrak profesional berusia 15 tahun.
Enam bulan berselang dia langsung masuk ke tim senior. Dia pun tercatat sebagai termuda kedua yang pernah bermain di Liga Amerika.
"Ketika dia datang, kami tahu dia memiliki bakat besar," kata Presiden Vancouver Whitecaps, Bob Lenarduzzi.
"Bagi saya, dia adalah anomali. Ketika dia datang, dia adalah pemain tim U-16 dan dalam beberapa bulan saja dia naik ke U-18, tim lapis kedua hingga ke tim senior. Itu sangat jarang terjadi dan tak akan banyak terjadi pada masa depan."